ETNOBOTANI TUMBUHAN OBAT
DI MATERIA MEDIKA BATU MALANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Etnobotani
Dosen Pengampu:
Shinta, M.Si
Azizatur Rahmah, M.Sc
Disusun Oleh:
Anis Nur Laily (13620047)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………...i
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya
alam yang sangat melimpah. Diperkirakan terdapat 1.200 jenis tumbuhan dengan
habitat asli di Indonesia. Keadaan flora tersebut secara umum berkaitan dengan
kehidupan manusia karena sebagian besar sumber kehidupan manusia berasal dari
tumbuhan yang ada disekitarnya. Sebanyak 940 spesies atau sekitar 26% sumber
alam hayati berupa tumbuhan telah digunakan untuk berbagai keperluan industri
obat tradisional, sehingga disebut dengan tumbuhan obat. Saat ini tumbuhan obat
mulai dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Syukur, 2000).
Allah menciptakan berbagai macam tumbuhan tidak sia-sia melainkan
mempunyai manfaat untuk kehidupan manusia. Manusia dikaruniai akal dan pikiran
oleh Allah agar mempergunakanya untuk memahami dan mempelajari semua ciptaan
Allah yang ada di muka bumi. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia dapat
memanfaatkan tumbuhan tersebut sebagai obat berbagai macam penyakit. Allah
berfirman :
Artinya : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya
Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar
terdapat suatu tanda kekuasaan Allah. Dan kebanyakan mereka tidak beriman.”(Q.S
Asy Syu'araa' :7-8).
Semua penyakit yang menimpa manusia maka Allah turunkan obatnya.
Terkadang ada orang yang menemukan obatnya, ada juga orang yang belum bisa
menemukannya. Obat yang diturunkan oleh Allah ini dapat berupa tumbuhan yang
dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat suatu penyakit. Seperti sabda Rasulullah
bahwa :
إِنَّ اللهَ لَمْ يَنْزِلْ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً،
عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
Artinya :“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan
menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya
dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya.” (HR.
Ahmad)
Tumbuhan obat merupakan salah satu topik yang sangat penting dalam
pengembangan obat tradisional dan sebagai alternatif untuk menyembuhkan
berbagai penyakit di Indonesia. Di Indonesia etnobotani sudah banyak dikenal
dan dalam prakteknya sudah banyak dilakukan terutama oleh ahli botani.
Etnobotani sebagai ilmu yang mempelajari pemanfaatan tumbuhan secara
tradisional, sekarang menjadi perhatian banyak pakar karena manfaatnya (Soekarman. 1992)
Salah satu lembaga yang masih memanfaatkan tumbuhan sebagai obat
dari suatu penyakit adalah materia medika.
Materia Medica Batu (MMB) merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur yang berlokasi di Kota Batu. Balai Materia
Medica Batu terletak di lingkungan Desa Pesanggrahan yang letak lokasinya
berbatasan dengan Kelurahan Ngaglik di wilayah Kota Batu. Misi dari materia
medica batu adalah mempertahankan plasma nuftah tanaman
obat alam Indonesia, Meningkatkan promosi pemanfaatan tanaman obat sebagai
bahan baku alam Indonesia, dan Meningkatkan promosi pemanfaatan tanaman obat
sebagai bahan baku alam Indonesia.
Oleh karena itu,
diadakannya kuliah kerja lapang ini bertujuan supaya mahasiswa dapat mengenal
dan mengetahui lebih mendalam tentang berbagai macam tumbuhan obat beserta cara
pengolahannya di Materia Medika Batu ini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam laporan ini adalah :
1. Apa saja khasiat dari tanaman obat Valerian Hutan (Valeriana officinalis
L.)?
2. Apa saja khasiat dari tanaman obat Patah Tulang (Pedilanthus
pringlei)?
3. Bagaimana proses pembuatan simplisia?
C. Tujuan
Tujuan diadakannya kuliah kerja lapang ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui khasiat dari tanaman obat Valerian Hutan (Valeriana officinalis L.)
2. Untuk mengetahui khasiat dari tanaman obat Patah Tulang (Pedilanthus
pringlei)
3. Untuk mengetahui proses pembuatan simplisia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etnobotani
Etnobotani merupakan ilmu botani
mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat suku bangsa.
Studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis saja, tetapi juga
menyangkut pengetahuan botani yang bersifat kedaerahan, berupa tinjauan
interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia
dengan tanaman, serta menyangkut pemanfaatan tanaman tersebut lebih diutamakan
untuk kepentingan budaya dan kelestarian sumber daya alam (Dharmono, 2007).
Etnobotani adalah suatu bidang ilmu
yang cakupannya interdisipliner sehingga terdapatlah berbagai polemik tentang
kontroversi pengertian etnobotani. Hal ini disebabkan karena perbedaan
kepentingan dan tujuan penelitiannya. Seorang ahli ekonomi botani yang
memfokuskan tentang potensi ekonomi dari suatu tumbuhan yang digunakan oleh
masyarakat lokal. Sedangkan seorang antropolog mendasarkan pada aspek sosial,
berpandangan bahwa untuk melakukan penelitian etnobotani diperlukan data
tentang persepsi masyarakat terhadap dunia tumbuhan dan lingkungannya
(Purwanto, 1999)
Etnobotani walaupun masih secara
sederhana, yaitu suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
secara menyeluruh antara masyarakat lokal dan alam lingkungannya meliputi
sistem pengetahuan tentang sumber daya alam tumbuhan. Etnobotani merujuk pada
kajian interaksi antara manusia, dengan tumbuhan. Kajian ini merupakan bentuk
deskriptif dari pendokumentasian pengetahuan botani tradisional yang dimiliki
masyarakat setempat yang meliputi kajian botani, kajian etnofarmakologi, kajian
etnoantropologi, kajian etnoekonomi, kajian etnolinguistik dan kajian
etnoekologi (Martin, 1998)
B. Tumbuhan Obat
1. Pengertian Tumbuhan Obat
Pengertian Tanaman obat adalah jenis-jenis tanaman
yang memiliki fungsi dan berkhasiat sebagai obat dan dipergunakan untuk
penyembuhan ataupun maupun mencegah berbagai penyakit, berkhasiat obat sendiri
mempunyai arti mengandung zat aktif yang bisa mengobati penyakit tertentu atau
jika tidak memiliki kandungan zat aktif tertentu tapi memiliki kandungan efek
resultan / sinergi dari berbagai zat yang mempunyai efek mengobati. Penggunaan
tanaman obat sebagai obat bisa dengan cara diminum, ditempel, dihirup sehingga
kegunaannya dapat memenuhi konsep kerja reseptor sel dalam menerima senyawa
kimia atau rangsangan. Tanaman obat yang dapat digunakan sebagai obat, baik
yang sengaja ditanam maupun tumbuh secara liar. Tumbuhan tersebut digunakan
oleh masyarakat untuk diracik dan disajikan sebagai obat guna penyembuhan
penyakit (Angadiredja, 1992).
Tumbuhan obat merupakan salah satu ramuan paling utama
produk-produk obat herbal. Tanaman obat adalah bahan yang berasal dari tanaman
yang masih sederhana, murni, belum diolah. tumbuhan obat adalah: Tanaman atau
bagian tumbuhan yang digunakan menjadi bahan obat tradisional atau obat herbal,
bagian tanaman yang dipakai untuk bahan pemula bahan baku obat (Partini, 2005).
Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan
ekstrak tumbuhan tersebut dipakai sebagai obat. Tanaman obat adalah obat
tradisional yang terdiri dari tanaman-tanaman yang mempunyai khasiat untuk obat
atau dipercaya mempunyai khasiat sebagai obat. Di mana khasiatnya diketahui
dari hasil penelitian dan pemakaian oleh masyarakat (Syukur, 2000).
Tercatat sebanyak 7557 jenis
tumbuhan yang berdasarkan informasi digunakan sebagai obat dan tumbuh tersebar
di Indonesia. Dari jumlah tersebut baru sebagaian kecil yang diteliti dari segi
budaya dan kegunaannya. Demikian pula sebagian kecil dari jumlah tersebut telah
diproduksi baik sebagai jamu yang dibuat secara tradisional adalah bahan yang
dibuat dalam industri secara pabrikasi (Partini 2005).
2.
Pengelompokan Tanaman Obat
Menurut Anggadireja (1992) apabila
mengacu pada Etnofarmakologi dan Etnobotani, maka tanaman obat dapat
dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu sebagai berikut:
1. Tumbuhan obat lokal, yaitu
berdasarkan informasi di daerah tertentu dijadikan obat, dan ini dapat dibagi
lagi menjadi empat kelompok:
a)
Tumbuhan
yang dapat digunakan juga sebagai obat di daerah lain, dengan khaisat yang
sama.
b)
Tumbuhan
yang dapat digunakan juga sebagai obat di daerah lain, tapi dengan khasiat yang
berbeda.
c)
Tumbuhan
yang digunakan sebagi obat hanya di daerah tersebut (tidak digunakan sebagai
obat di daerah lain).
d)
Tumbuhan
obat yang sudah dibuat sebagai produk “jamu”.
2. Tumbuhan obat sebagai bahan dasar
(precursor) baik bahan asli maupun untuk sintesis.
3. Tumbuhan obat yang belum dikenal,
yaitu berdasarkan informasi diduga sebagai obat tetapi belum jelas penggunaan
dan kegunaannya.
3. Manfaat Tanaman Obat
Banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh komunitas dengan adanya tumbuhan
obat. Tanaman obat dapat dibudidayakan berbagai jenis tumbuhan seperti,tumbuhan
obat-obatan, tumbuhan hias seperti bunga dan berbagai jenis sayur mayur dan
tumbuhan buah-buahan. Bahkan tumbuhan obat-obatan dapat dimanfaatkan
menjadiobat kuno bagi komunitas.Meskipun kemajuan dalam bidang teknologi dan
ilmu pengetahuan terus berkembang pesat, namun penggunaan tumbuhan menjadi obat
kuno oleh komunitas terus meningkat dan perkembangannya terus semakin maju. Hal
ini dapat dilihat terpenting dengan semakin banyaknya obat kuno dan jamu-jamu
yang beredar di komunitas yang diolah oleh industri-industri. Ada beberapa
manfaat tumbuhan obat seperti (Syukur, 2000):
1. Menjaga kesehatan. Fakta keampuhan obat kuno dalam menunjang kesehatan
telah terbukti secara empirik, penggunaannyapun terdiri dari berbagai lapisan,
mulai anak-anak, remaja dan orang lanjutusia.
2. Memperbaiki status gizi komunitas. Banyak tumbuhan apotik hidup yang dapat
dimanfaatkan untuk perbaikan dan peningkatkan gizi,seperti: kacang, sawo dan
belimbing wuluh, sayur-sayuran, buah-buahan sehingga kebutuhan vitamin akan
terpenuhi.
3. Menghijaukan lingkungan, meningkatkan penanaman apotik hidup salah satu
cara untuk penghijauan lingkungan tempat tinggal.
4. Meningkatkan pendapatan komunitas. Penjualan hasil tumbuhanakan menambah
penghasilan keluarga.Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tumbuhan
pekarangan rumah selaindapat digunakan untuk peningkatan gizi keluarga, juga
menjadi pelestarian lingkungan dan meningkatkan pendapatan komunitas.
C. UPT Materia Medika
1. Sejarah UPT Materia Medica
UPT Materia Medica didirikan sejak tahun 1960 oleh
almarhum Bapak R.M.Santoso yang juga merupakan salah satu pendiri Hortus
Medikus Tawang Mangu yang sekarang berubah menjadi Balai Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Berdirinya UPT Materia Medica
diawali dari hasil pengamatan beliau bahwa tidak semua tanaman obat yang ada di
Indonesia dapat dikoleksi pada satu daerah saja. Hal ini disebabkan karena adaptasi
tanaman terhadap lingkungannya terutama terhadap iklim sangatlah berbeda,
mengingat bahwa Indonesia secara garis besar terdiri dari tipe iklim basah,
daerah sedang dan daerah kering, maka kebun Tawang Mangu yang berdiri sejak
tahun 1948 merupakan daerah iklim sedang sampai basah. Sedangkan untuk tanaman
daerah sedang sampai kering perlu adanya kebun koleksi lain yang bisa
mewakili tipe iklim tersebut (Anonimous. 2010).
Dari hasil pengamatan Beliau karesidenan Malang
adalah daerah yang cocok untuk didirikan kebun koleksi tanaman obat dari tipe
iklim sedang sampai kering. Sebagai realisasi dari gagasan beliau itu untuk
mendirikan kebun koleksi tanaman obat didaerah sedang dan kering di wilayah
Batu dan Nongko Jajar, karena waktu itu Nongkojajar adalah daerah yang sulit
transportasinya, maka ditetapkan Batu sebagi kebun koleksi sampai sekarang dan
dikenal sebagi Balai Materia Medica Pengelolaan kebun percobaan ini dilakukan
oleh yayasan Farmasi yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Jawa Timur. Sebelum
kebun percobaan ini jadi, tahun1963 Bapak RM Santoso meninggal dunia (Anonimous. 2010).
Untuk kelangsungan Balai Materia Medica oleh Bapak
Dr.Modarso selaku Inspektur Kesehatan Jawa Timur ditunjuk Bapak R.Soehendro
(Kepala Dinas Perkebunana Rakyat Kab. Malang) sebagi pejabat sementara Pimpinan
Kebun Balai Materia Medica sampai mendapatkan pimpinan yang baru. Tahun 1964
BMM mendapat pimpinan baru yaitu Ir.NV.Darmago, beliau diangkat oleh Dinas
Kesehatan Jawa Timur sebagi tenaga tetap di Kebun Materia (Anonimous. 2010).
Medica hingga th 1970. Th 1970 atas permohonan sendiri
Ir.NV Darmago meletakan jabatannya, kemudian selaku pipmpinan kebun Materia
Medica dipegang oleh Ir.Wahyu Soeprapto. Pertengahan tahun 1970 terjadi
perubahan status dari milik swasta menjadi milik pemerintah yaitu Dinas
Kesehatan daerah Tingkat I Jawa Timur Direktorat Farmasi Jawa Timur (Anonimous. 2010).
Tahun 2000 hingga April 2005 selaku Pelaksana Teknis
Balai Materia Medica Batu dipegang oleh Dra.Hj.Siti Hidjrati Arlina.
Selanjutnya April 2005 secara definititif BMM dipimpin oleh Bapak
B.Soegito,SKM.Kes hingga 31 April 2008. Mulai 1 Mei 2008 hingga 31 Desember
untuk sementara kepala BMM dipegang oleh Bu Etty Retno, Apt. (Sebagai
PLt). Sejak 1 Januari 2009 hingga sekarang yang mejadi kepala UPT Materia
Medica adalah Drs. Husin RM., Apt, Mkes. Setelah tahun 1978 dengan
berfungsinya Direktorat Daerah Farmasi Jawa Timur menjadi sub Balai Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) yang sekarang menjadi Badan POM, maka pengelolaan Materia
Medica Batu diserahkan kepada Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur hingga
sekarang (Anonimous. 2010).
2. Visi dan Misi Balai
Materia Medica
1) Visi:
“Menjadikan UPT Materia
Medica terdepan dalam bidang pengembangan Tanaman Obat Asli Indonesia (TOI),
khususnya di Jawa Timur dan umumnya di Indonesia Timur”.
2) Misi:
a. Meningkatkan promosi pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku
obat alam Indonesia.
b. Mengembangkan monografi dan standart mutu, baik simplisia
maupun ekstrak.
c. Membantu
penyusunan farmakope herbal Indonesia.
d.
Mengembangkan penelitian dasar tanaman obat alam Indonesia.
e. Memperkokoh jaringan kerjasama antar lembaga penelitian
dan industri terkait.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Kuliah Kerja Lapang (KKL) Etnobotani pada kali ini adalah bertopik tentang
“Etnobotani Tumbuhan Obat” yaang dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 29
Maret 2016 pukul 10.00-12.00 WIB. Kuliah kerja lapang ini bertempat di UPT
Materia Medica Batu, Jalan Lahor No.87, Batu, Malang.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan
pada kuliah kerja lapang ini adalah sebagai berikut :
1. Alat tulis menulis 1
Set
2. Kamera 1
Buah
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada kuliah kerja lapang ini adalah sebagai
berikut :
1. Tanaman obat Valerian Hutan (Valeriana
officinalis L.)
2. Tanaman obat Patah Tulang (Pedilanthus
pringlei)
C. Cara Kerja
Cara
kerja yang dilakukan pada kuliah kerja lapang ini adalah sebagai berikut :
1. Didengarkan penjelasan dari narasumber
2. Dicatat penjelasan tersebut di dalam buku tulis
3. Difoto tanaman obat yang sudah dijelaskan oleh narasumber tersebut
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tanaman Obat Valerian Hutan (Valeriana officinalis L.)
1. Klasifikasi Tumbuhan
Klasifikasi Valerian hutan adalah sebagai berikut :
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Dipsacales
Famili: Valerianaceae
Genus: Valeriana
Spesies: Valeriana officinalis L. (Plantamor, 2012)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Dipsacales
Famili: Valerianaceae
Genus: Valeriana
Spesies: Valeriana officinalis L. (Plantamor, 2012)
2. Deskripsi Tanaman
Valerian merupakan tumbuhan semak tahunan , kisaran tinggi 60 hingga
120 cm. Akar tunggang dalam tanah tidak panjang, bentuk conus(kerucut) dengan
rizoma yang tegak. Batang tegak, lunak, licin, kadang berambut, berwarna hijau
pucat. Daun majemuk, helaian daun berbentuk lonjong dengan bentuk runcing, tepi
bercangap, permukaan berlekuk, berwarna hijau tua. Bunga majemuk keluar dari
ujung batang, bentuk tandan, tangkai bulat, panjang 5-10 cm, hijau, kelopak
hijau muda, mahkota halus, putih ataupun merah muda, benang sari bertangkai
silindris, panjang 0,2-0,4 cm, putih, kepala sari pipih, abu-abu, putik
bertangkai, putih, panjang 0,2-0,4 cm. Buah buni, bentuk lonjong, berwarna
coklat. Biji berbentuk bulat kehitaman.
3. Foto Tanaman
4. Kandungan Kimia
Tanaman
obat valerian hutan dari akar dapat
diekstraksi minyak yang berwarna coklat kekuningan sebanyak 0,5-2%. Variasi
kandungan minyak tergantung jenis spesies, lokasi, kelembaban dan kesuburan
tanah. Kandungan kimianya memiliki komposisi yang bervariasi dan isi yang tidak
stabil sehingga menjadi masalah utama untuk melakukan standarisasi dari ekstrak
valerian. Kandungan dari ekstrak valerian, antara lain (Jannah, 2009) :
1. Volatile
oil yang terdiri dari monoterpene bornyl acetat, squiterpene dan
asam valerenik. Asam valerenik menghambat katabolisme GABA di otak sehingga
mengakibatkan efek sedasi.
2. Non
volatil monoterpene (valepotriat), diisolasi pertama kali pada tahun 1966
berperan dalam mekanisme sedasi di otak, namun mekanisme kerjanya belum
diketahui. Komposisi valepotriat antara lain valeriana-epoxy-triacylates, iridoide
monoterpenes, isovaltrate dan isovaleroxyhydroxy. Valepotriat diubah menjadi
homobaldrinal yang menyebabkan penurunan motilitas spontan pada mencit.
3. Ekstrak
valerian mengandung sejumlah GABA yang secara langsung menyebabkan sedasi
tetapi masih ada kontroversi mengenai bioavalabilitasnya.
4. Penelitian
lain menemukan ligan, hidrokxypinoresinol yang mungkin berikatan dengan
reseptor benzodiazepin.
5. Penelitian lain menemukan ligan
flunafuran dan hydroxy pinoreesinol.
6. Alkaloid (actinidin, catinidin,
valerianin dan valerin)
7. Glutamin yang akan diubah menjadi
GABA di otak.
5. Khasiat Obat
Pada
penelitian terdahulu valerian menunjukkan adanya efek hipnotik-sedatif sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan insomnia terutama insomnia yang tipe psikologis
sedang. Beberapa penelitian memberi kesan bahwa valerian meningkatkan kualitas
tidur dan mengurangi waktu untuk jatuh tidur. Valerian menurut Jannah (2009), dapat
digunakan untuk mengatasi ansietas dengan menghilangkan gejala cemas yang
nonspesifik. Selain itu banyak diteliti tentang pemanfaatan valerian sebagai
antikonvulsi untuk pengobatan epilepsi. Selain sebagai obat tidur dan penenang,
di masyarakat valerian dipercaya untuk mengobati masalah pencernaan, sakit
kepala, hipertensi, mual, muntah, asma, batuk, jerawat,vertigo, angina,
dismenore, lemah syaraf dan masih banyak lagi. Khasiat-khasiat tersebut perlu
dibuktikan lebih lanjut demi keuntungan dan keamanan masyarakat.
6.
Cara Membuat Jamu dan Pengolahannya
Cara penggunaan Valerian Hutan untuk
obat Lemah syaraf yaitu:
Akar valerian 30 g; Daun leng-lengan 20 g; Daun seribu 20 g; Daun sambang darah 20 g; Air 500 ml, Ramuan direbus sampai mendidih selama 15 menit, Diminum 3-4 kali sehari.
Akar valerian 30 g; Daun leng-lengan 20 g; Daun seribu 20 g; Daun sambang darah 20 g; Air 500 ml, Ramuan direbus sampai mendidih selama 15 menit, Diminum 3-4 kali sehari.
B. Tanaman Obat Patah
Tulang (Pedilanthus Pringlei Robins)
1. Klasifikasi Tumbuhan
Klasifikasi Patah Tulang adalah sebagai berikut :
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Euphorbiales
Famili: Euphorbiaceae
Genus: Pedilanthus
Spesies: Pedilanthus pringlei Robins (Plantamor, 2012)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Euphorbiales
Famili: Euphorbiaceae
Genus: Pedilanthus
Spesies: Pedilanthus pringlei Robins (Plantamor, 2012)
2. Deskripsi Tanaman
Perdu yang tumbuh tegak ini mempunyai tinggi 2-6 m dengan pangkal berkayu,
bercabang banyak, dan bergetah seperti susu yang beracun. Patah tulang
mempunyai ranting yang bulat silindris berbentuk pensil, beralur halus
membujur, dan berwarna hijau. Rantingnya setelah tumbuh sekitar satu jengkal
akan segera bercabang dua yang letaknya melintang, demikian seterusnya sehingga
tampak seperti percabangan yang terpatah-patah.
Daunnya jarang, terdapat pada ujung ranting yang masih muda, kecil-kecil, bentuknya
lanset, panjang 7-25 mm, dan cepat rontok. Bunga majemuk, tersusun seperti
mangkuk, warnanya kuning kehijauan seperti ranting. Jika masak, buahnya akan
pecah dan melemparkan biji-bijinya.
3. Foto Tanaman
4. Kandungan Kimia
Kandungan Kimia
Getah sifatnya asam (acrid latex), mengandung senyawa euphorbone,
taraksasterol, laktucerol, euphol, senyawa damar yang menyebabkan rasa tajam
ataupun kerusakan pada selaput lendir, kautschuk (zat karet), dan zat pahit.
Herba patah tulang mengandung glikosid, sapogenin, dan asam ellaf. Sifat dan
Khasiat Bau lemah, rasa mula-mula tawar, lama kelamaan timbul rasa tebal di
lidah (Arief, 2004).
5. Khasiat Obat
Khasiat dari tanaman ini adalah sebagai berikut (Arief, 2004):
a. Getah untuk obat luka baru.
b.
Daun
dan batang sebagai obat sakit tulang dan persendian.
c.
Akar dan ranting
digunakan untuk Sakit lambung (gastristis), rematik/ tulang sakit, sifilis,wasir.tukak
rongga hidung, dan nyeri syaraf
d.
Batang kayu digunakan
untuk penyakit kulit, kusta (Morbus Hansen), kaki dan tangan baal.
e.
Khasiat tanaman herbal
patah tulang untuk luar yaitu penyakit gatal, kudis, bisul, tahi lalat membesar
dan gatal, herpes zooster, penyakit kulit menahun, frambusia, sakit gigi, radang
telinga, rematik, keseleo, kapalan (clavus), kutil, patah tulang (fraktur), tertusuk
duri, pecahan kaca, tulang ikan, dsb.
6. Cara Membuat Jamu dan Pengolahannya
Pemakaian tanaman obat herbal patah tulang yaitu:
1.
Untuk minum:
Akar & ranting dikeringkan, ditumbuk menjadi bubuk. Campur dengan lontong
beras sampai merata, lalu dibuat pil kecil-kecil sebesar telur cecak, jemur
sampai menggering. Dimakan bila perlu.
2.
Pemakaian luar: Herba
ditumbuk halus, diturapkan ketempat yang sakit seperti bisul, kurap, keseleo
terkilir, patah tulang, luka. Herba ditumbuk halus, campur dengan susu untuk
penyakit gatal-gatal, penyakit kulit, kurap, tumor, kutil, clavus.
3.
Apabila menggunakan
getah maka diambil getahnya oleskan
pada tempat yang terluka
C. Proses Pembuatan Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Proses pembuatan simplisia melalui beberapa tahap
diantaranya yaitu (Dalimartha, 2013) :
1.
Pengumpulan
Bahan Baku
Kadar senyawa
aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada : Bagian
tanaman yang digunakan, umur tanaman yang digunakan, waktu panen, dan lingkungan
tempat tumbuh. Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa
aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada
saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang
terbesar.
2.
Sortasi
Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya
pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing
seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta
pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam
jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah dapat
mengurangi jumlah mikroba awal.
3.
Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian
dilakukan dengan air bersih. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah
larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Pencucian satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah
mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang
tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat
membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air pencucian yang digunakan
biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat
mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang
digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan
simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut
dapat menipercepat pertumbuhan mikroba.
4.
Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu
mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk
mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru
diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1
hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang
khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang
dikehendaki
Semakin tipis bahan yang akan
dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu
pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Sehingga
mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan
simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis
lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya
kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak
bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan
akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar
matahari selama satu hari.
5.
Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan
simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang
lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan
dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam
simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan
jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam
sel, masih dapat bekerja, menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan
selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan
menggunakan sinar matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang
perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan,
kelembaban udara, aliran udara, Waktu pengeringan dan luas permukaan bahan.
Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan menggunakan alat dari
plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut
harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah
mengalami kerusakan selama penyimpanan.
Cara pengeringan yang salah dapat
mengakibatkan terjadinya “Face hardening”, yakni bagian luar bahan sudah kering
sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan
bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau
oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh
lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga
permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. “Face
hardening” dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan
yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan
simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu
300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan
simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah
menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450
C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di
dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg.
Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap
tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses
pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada
dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan
buatan.
a.
Pengeringan
Alamiah
Tergantung dari
senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat
dilakukan dua cara pengeringan :
1. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji
dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan ini
dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara
terbuka di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu,
kelembaban dan aliran udara.
2. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang
lunak seperti bunga, daun, dan
sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.
b.
Pengeringan
Buatan
Kerugian
yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat
diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat
atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat
diatur. Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan
mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan
akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya
jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar
matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10% sampai 12%,
dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia dengan kadar
air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.
6. Sortasi
Kering
Sortasi
setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.
Tujuan sortasi untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada sirnplisia
kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk kernudian
disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan
dengan atau secara mekanik. Pada
simplisia bentuk rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang
terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel
pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum
simplisia dibungkus.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari
kuliah kerja lapang kali ini adalah sebagai berikut :
1.
Khasiat
dari tanaman obat Valerian Hutan (Valeriana officinalis L.)
adalah untuk pengobatan insomnia, mengatasi ansietas dengan menghilangkan
gejala cemas yang nonspesifik, pengobatan epilepsi, masalah pencernaan, sakit
kepala, hipertensi, mual, muntah, asma, batuk, jerawat, vertigo, dismenore, dan
lemah syaraf.
2.
Khasiat
dari tanaman obat Patah Tulang (Pedilanthus Pringlei Robins) adalah getahnya untuk obat luka baru, daun dan
batang sebagai obat sakit tulang dan persendian, akar dan ranting digunakan untuk sakit lambung (gastristis), rematik/ tulang
sakit, sifilis,wasir, tukak rongga hidung, dan nyeri syaraf, batang kayu
digunakan untuk penyakit kulit, kusta (Morbus Hansen). Khasiat tanaman herbal
patah tulang untuk luar yaitu penyakit gatal, kudis, bisul, tahi lalat membesar
dan gatal, herpes zooster, penyakit kulit menahun, frambusia, sakit gigi,
radang telinga, rematik, keseleo, kapalan (clavus), kutil, patah tulang
(fraktur), tertusuk duri, pecahan kaca, tulang ikan.
3. Proses pembuatan simplisia terjadi melalui beberapa tahapan yaitu
a. Pengumpulan
Bahan Baku : Bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman yang digunakan, waktu
panen, dan lingkungan tempat tumbuh
b. Sortasi
Basah : Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia.
c. Pencucian
: Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia.
d. Perajangan
: Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan
e. Pengeringan
: Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
f.Sortasi
kering : Tujuan sortasi untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran
lain yang masih ada dan tertinggal pada sirnplisia kering.
DAFTAR PUSTAKA
Angadiredja,
D. 1992. Eksplorasi, Konservasi Dan Pengembangan Tanaman Obat. Bogor:
Pusat Penelitianan dan Tanaman Industri
Anonimous.
2010. Profil Materia Medica Batu Malang
https://materiamedicabatu.wordpress.com/profil/.
Diakses pada tanggal 27 April 2016
Anonimous.
2012. Klasifikasi Valerian Hutan dan Patah Tulang. https:// http://www.plantamor.com.
Diakses pada tanggal 27 April 2016
Dalimartha, Setiawan. 2013. Ramuan Herbal Tumpas Penyakit.
Jakarta : Penebar
Swadaya
Dharmono.
2007. Kajian Etnobotani Tumbuhan Jalukap (Centella asiatica L.) Di Suku
Dayak Bukit Desa Haratai 1 Loksado. 4 (2): 71-78
Hariana, Arief. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya.
Jakarta : Penebar Swadya
Jannah,
Miftakhul. 2009. Pengaruh Ekstrak
Valerian Terhadap Efek Sedasi Pada
Mencit Balb/C. Karya
Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang
Martin, G.
J. 1998. Etnobotani : Sebuah Manual Pemeliharaan Manusia dan Tumbuhan. Edisi
Bahasa Melayu Terjemahan Maryati Mohamed, Natural History Publications (Borneo)
Sdn. Bhd. Kinabalu. Sabah. Malaysia
Partini.
2005. Karakteristik Komunitas Gulma Dan Potensi Kegunaan Sebagai Tanaman Obat
Di Perkebunan Teh Serah Kencong Kabupaten Blitar. Skipsi. Tidak
Diterbitkan. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang
Purwanto,
Y. 1999. Peran Dan Peluang Etnobotani Masa Kini Di Indonesia Dalam Menunjang
Upaya Konservasi Dan Pengembangan Keanekaragaman Nabati. Bogor : LIPI
Soekarman.
1992. Status pengetahuan etnobotani di indonesia. Prosiding seminar
Nasional etnobotani februari 1992. Bogor: Balitbang botani, Puslitbang
biologi-LIPI
Syukur.
2000. Budi Daya Tanaman Obat Komersil. Jakarta: Penebar Swadaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar