Total Tayangan Halaman

Senin, 25 April 2016

Makalah Tentang Siklus Sel



Makalah Tentang Siklus Sel

 

Dosen Pengampu :







DISUSUN OLEH :

1.      Dian Eka Pratiwi                     (13620046)
2.      Anis Nur Laily                        (13620047)
3.      Desy Rahma Y                        (13620048)
4.      Putri Mardyana                       (13620049)
5.      Zahroul Afifah                        (13620050)





JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015

KATA PENGANTAR


            Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, karena atas ridho-Nya lah makalah yang berjudul ‘Siklus Sel” ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Serta para pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini. Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini agar dapat menjadi rujukan untuk mempelajari tentang siklus sel.
          Dalam penulisan makalah ini penulis mencoba semaksimal mungkin dalam penyusunannya. Namun tidak ada gading yang tak retak,begitupun dengan makalah ini,oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memperbaiki makalah sederhana ini.
            Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan,wawasan mengenai materi siklus sel.




Malang, 16 Februari 2015



Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................  i   
DAFTAR ISI ..............................................................................................................  ii
BAB I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ........................................................................................................  1
B.Rumusan Masalah...................................................................................................   2
C.Tujuan  ...................................................................................................................    2
D.Manfaat  .................................................................................................................   3
BAB II. PEMBAHASAN..........................................................................................   4
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan ................................................................................................................  25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................  26








Siklus sel adalah kegiatan sel yang terjadi dari satu pembelahan sel  ke pembelahan sel berikutnya.  Siklus sel mencakup dua fase, yaitu: Fase Persiapan (interfase) dan Fase Pembelahan (Mitosis).   Pada Interfase,  biasanya mencakup sekitar  90%  siklus sel. Pada saat interfaselah  sel bertumbuh dan membuat salinan kromosom-kromosom sebagai persiapan untuk pembelahan sel.
A.  Fase Persiapan (Interfase)
  Interfase dapat dibagi menjadi subfase : fase G1, fase S (sintesis),  fase G2. Selama ketiga subfase, sel bertumbuh dengan cara menghasilkan  protein dan organel sitoplasma seperti mitokondria dan retikulum endoplasma.  Akan tetapi, kromosom diduplikasi hanya pada fase S. Dengan demikian sel bertumbuh  (G1), terus tumbuh sambil menyalin kromosom-kromosomnya (S), bertumbuh lagi sambil menyelesaikan persiapan untuk  pembelahan sel (G2)  dan membelah atau fase Mitosis. Sel-sel anakan kemudian bisa mengulangi siklus tersebut.
Priode G1 (Gab : rentang) adalah priode sel sedang aktif mensintesis  RNA (traskripsi) dan protein (translasi). Ini berguna untuk membentuk protoplasma baru yang membina sel anak kelak.  Selain bahan genetis, seluruh bahan sitoplasma  dan organel dibuat rangkap dua. Dengan proses transkripsi dan translasi serta sintesis bahan protoplasma baru, menyebabkan inti dan protoplasma bertambah volumenya dari keadaan normal.
Priode S (Sintesis), ialah masa aktif mensintesis DNA (replikasi). Pilinan benang DNA yang sepasang akan longggar dan terbuka karena kehadiran enzim replikasi. Enzim ini dapat melepaskan DNA benamannya dalam histon dan non histon  sehingga ia akan terangsang bereplikasi. Tiap belahan DNA lama akan membentuk DNA baru, sehingga  DNA anak ada dua pasang, terdiri dari sebelah DNA lama  dan sebelah lagi DNA baru.  Replikasi prinsipnya sama dengan traskripsi, hanya saja yang dibentuk adalah DNA juga, bukan RNA. Basanya setangkup selalu Adenin dari DNA lama membentuk Timin dari DNA baru, Sitokinin  dari DNA lama membentuk Guanin dari DNA baru.
Terdapat dalam  Jurnal Natur Indonesia I1 (1): 1 - 11 (1999) TELAAH BEBERAPA FUNGSI TITIK-UJI SIKLUS PEMBELAHAN SEL FASE G1 DAN S DARI INHIBITORKINASE-BERGANTUNG-SIKLIN SIC1 Oleh:Titania Tjandrawati Nugroho, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau.  Menjelaskan bahwa sebelum pembagian, sel harus memastikan bahwa mereka menyelesaikan replikasi DNA, perbaikan DNA dan perakitan spindel, serta pertumbuhan ukuran tertentu. Hal ini dilakukan dengan kontrol umpan balik pada titik-titik dalam siklus sel yang disebut pos pemeriksaan. Karena Sic1 dapat menghambat Cdc28 dan hilangnya Sic1 menyebabkan tingginya tingkat kehilangan dan kerusakan kromosom, peran yang jelas untuk Sic1 adalah sebagai protein pos pemeriksaan yang memantau berhasil menyelesaikan peristiwa siklus sel tertentu dan menghentikan siklus sel sebelum peristiwa lain dapat dimulai. Dalam makalah ini fungsi beberapa pos Sic1 di fase G1 dan S dari siklus sel diuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sic1 tidak diperlukan untuk penangkapan siklus sel sebagai respons terhadap kerusakan DNA atau sintesis DNA lengkap, respon terhadap feromon kawin atau kelaparan nitrogen. Attemps di memperlambat siklus sel di G1 awal atau fase S tidak menyelamatkan Dsic1 sel dari kehilangan dan kerusakan kromosom.
Priode G2, ialah persiapan sitoplasma untuk membelah, pada riode inilah bahan yang disintesis  pada priode G1 dirampungkan, sehingga bahan sitoplasma dan organel menjadi  rangkap dua: priode G2 akan disusul dengan fase pembelahan sel.
Gambar  1. Siklus Sel , Fase Persiapan (Interfase)
Sel manusia tertentu mungkin mengalami satu pembelahan dalam 24 jam . Dari priode itu, fase Mitosis menghabiskan kurang dari satu jam, sedangkan fase S mungkin berlangsung 10-12 jam, atau sekitar separuh siklus. Sisa waktu mungkin dibagi rata antara fase G1 dan fase G2. Fase G2 biasanya berlangsung   4 – 6 jam dalam contoh kita G1 akan berlangsung sekitar 5 – 6 jam. G1 adalah fase dengan lama waktu yang paling bervariasi pada tipe sel yang berbeda.
 Terdapat dalam journal  The initiation of cell division in a contact-inhibited mammalian cell line, oleh George J. Todaro, Gerald K. Lazar, Howard Green. Article first published online: 4 FEB 2005. Yang didalamnya menerangkan tetang, Sel-sel dari garis mouse didirikan fibroblast, 3T3, memiliki efisiensi plating tinggi dan tumbuh pesat dalam budaya jarang, tetapi berhenti tumbuh pada kepadatan sangat rendah saturasi dibandingkan dengan garis lain, karena 3T3 sangat sensitif untuk menghubungi penghambatan pembelahan sel. Setelah setiap perubahan menengah, Namun, ada terjadi pada sebagian kecil dari sel-sel dalam kultur kerapatan saturasi serangkaian perubahan yang menghasilkan sebuah divisi yang agak disinkronkan tunggal 30 jam kemudian. Hal ini disebabkan zat makromolekul dalam serum yang muncul untuk bertindak dengan mengurangi sensitivitas sel untuk kontak inhibisi. Acara dikenali pertama setelah penambahan serum untuk budaya fase diam adalah peningkatan sepuluh kali lipat dalam tingkat sintesis RNA, terjadi dalam waktu 30 menit. Kenaikan dalam tingkat sintesis protein berikut beberapa jam kemudian. Sintesis DNA tidak dimulai sebelum 12 jam, melainkan dua jam setelah perubahan menengah fraksi yang cukup dari sel-sel menjadi berkomitmen untuk sintesis DNA dan pembelahan sel akhirnya. Urutan peristiwa menunjukkan bahwa regulasi sintesis RNA adalah sarana yang inhibisi kontak mengontrol pembelahan sel.
B. Fase Pembelahan Sel (Fase Mitosis)
            Pada fase pembelahan sel (fase mitosis)  adalah salah satu bagian siklus sel.  Pada fase ini diawali dengan serangkaian proses fosforilasi protein yang dipicu  faktor pemrakarsa mitosis an diakhiri oleh proses defosforilasi,  sehingga protein-protein tersebut  kembali kekeadaan interfase.Fosforilasi yang terjadi selama mitosis mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan morfologis pada sel, umpamanya pemadatan kromosom,  menghilangnya  selubung nuklear dan perubahan sitoskelet.
            Secara konvensional mitosis dibagi menjadi lima tahap, yaitu : Profase, prometafase,  metafase, anafase,  dan telofase.  Sitokinesis diawali pada anafase dan berakhir pada saat pembelahan sel.  
            Profase. Pada Profase, sentromer membelah setiap anakan sentroma menjadi pusat mikrotubul aster yang terpisah. Ujung-ujung  bebas mikrotubula dari setiap aster memanjang, sehingga kedua sentrosom saling berjauhan. Pada saat itu anyaman kromatin di dalam nukleus telah mengalami replikasi dan memadat membentuk kromosom. Setiap kromosom memiliki daerah tertentu yaitu sentromer yang diperlukan untuk pemisahan kromatida.
            Prometafase. Selubung nuklear menghilang, menyebabkan terjadinya hubungan antara kromosom dengan mikrotubul dari setiap sentrosom.  Dua anakan sentrosom, sekarang disebut kutub gelendong. Bersamaan dengan pembentukan gelendong mitotik, di sentromer setiap kromosom terbentuk pula suatu struktur yang terdiri dari molekul-molekul protein yang rumit.   Struktur ini disebut Kinekotora.
                                                                                         
Gambar 2 : Pembelahan Mitosis. Mitosis terdiri dari pembagian bahan inti (karyokinesis) dan sitokinesis (pembagian sitoplasma) dan menghasilkan dua sel anak yang identik melalui tahapan-tahapan :  profase,metafase, anafase dan telofase. 
Metafase. Beberapa ujung positif mikrotubul gelendong mitotik menempel pada  setiap kinetokor yang berada di dekatnya.  Mikrotubul tersebut dinamakan  mikrotubul kinetokor. Akibat interaksi antara mikrotubul gelendong mitotik dengan kromosom menyebabkan pebagian kromosom ke sel anakan sama. Dari beberpa percobaan dinyatakan bahwa apabila mikrotubul kinetokor dari salah satu kutub dirusak atau diganggu maka kromosom segera berpindah kearah kutub yang mikrotubul kinetokornya masih utuh. Demikian pula bila perlekatan dua buah kromatin di sentromer dirusak, maka tiap kromatid akan segera berpindah ke kutub-kutub sel.
Waktu yang digunakan untuk pembelahan sel dapat diperpanjang beberapa jam atau beberapa hari, apabila pada stadium profase akhir atau prometafase sel dipengaruhi dengan obat antibiotik seperti kolkisin, vimblastin.
Seperti yang terdapat dalam journal I. M. Hagan dan     J.S. Hyams+ Penulis Afiliasi     Departemen Biologi, University College London, Inggris 1 maret 1988 J your Sci 89, 343-357, Penggunaan siklus pembelahan sel mutan untuk menyelidiki kontrol distribusi mikrotubulus dalam ragi fisi pombe Schizosaccharomyces . Ditandai perubahan dalam organisasi mikrotubulus yang terjadi melalui siklus pembelahan sel dari ragi fisi pombe Schizosaccharomyces dengan mikroskop imunofluoresensi tidak langsung. Selama interfase, kelompok mikrotubulus sitoplasma, independen dari tubuh tiang spindle (SPB), membentuk sebuah array memperluas antara ujung sel. Mikrotubulus ini terlibat dalam posisi inti di ekuator sel dan dalam pembentukan polaritas sel. Pada mitosis, array interfase menghilang dan digantikan oleh spindle intranuklear memperluas antara SPBs sekarang diduplikasi. Pemanjangan gelendong melihat penampilan astral mikrotubulus yang berasal dari muka sitoplasma dari SPBs. Ini bertahan sampai akhir anafase dimana gelendong mikrotubulus mikrotubulus pusat depoliymerize dan dua pengorganisasian (MTOC) di ekuator sel membangun kembali array interfase. Sehingga  telah menggunakan sifat unik dari mutan siklus pembelahan sel untuk menyelidiki lebih lanjut berbagai fungsi array mikrotubulus yang berbeda dan kontrol mereka temporal dan posisional.
Anafase. Fase ini ditandai dengan terbelahnya kromosom menjadi dua kromatida, masing-masing dengan sebuah kinetokora. Pemrakarsa anafase, bukan hanya gaya tarik  dan dorong dari gelendong mitotik saja. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa kenaikan kadar Ca 2+ pada awal anafase. Setelah kromosom terbelah menjadi dua kromatida, maka setiap kromatida bergerak menuju kekutub gelendong mitosis masing-masing. Di sini kromatida-kromatida tersebut dirakit menjadi inti sel (nukleus) baru. Menjelang akhir anafase, setiap belahan kromosom membentuk dua kelompok, satu kelompok pada tiap kutub gelendong.
Telofase. Selubung  nuklear yang pada akhir profase tersebar, terakit kembali di sekeliling setiap kelompok kromosom baru untuk membentuk dua nukleus anakan yang berada pada stadium interfase.  Segera setelah proses defosforilasi, vesikula selaput nuklear berhubungan denga setiap kromosom dan melebar membentuk kembali selubung nuklear.  Selama proses defosforilasi pori nuklear terakit kembali dan molekul-molekul lamin yang terdefosforilasi bergabung kembali membentuk lamina nuklear. Setelah nuklei terbentuk sintesis RNA berlangsung lagi setiap anakan nukleus yang menyebabkan nukleulus tampak kembali di setiap nukleus. Disaat itu pula kromosom terurai menjadi benang-benang kromatin dan membentuk susunan seperti pada saat interfase sel induknya.
            Di terangkan  pada jurnal penelitian, bahwa  laju pembelahan  sel dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk suhu, atau pengaruh enzim dan hormon Jurnal yang berjudul Mutan Saccharomyces cerevisiae tidak responsif untuk mengontrol pembelahan sel oleh hormon polipeptida kawin. Oleh ;     L H Hartwell.  Diterangkan bahwa,  Suhu-sensitif mutasi yang menghasilkan ketidakpekaan untuk menangkap pembagian dengan alpha-faktor, feromon kawin, diisolasi dalam suatu strain MATA dari Saccharomyces cerevisiae dan ditunjukkan oleh studi komplementasi untuk difine delapan gen. Semua mutasi (ditunjuk ste) menghasilkan sterilitas pada suhu ketat dalam sel Mata, dan mutasi di tujuh dari gen menghasilkan sterilitas dalam sel alfa MAT. Dalam hal tidak ada sterilitas yang terkait dengan mutasi coorectible oleh termasuk wild type sel jenis perkawinan yang sama dalam tes kawin juga tidak bahkan dari mutan menghambat kawin dari sel tipe liar; cacat tampaknya intrinsik untuk sel untuk mutasi di setiap gen. Rupanya, tidak ada mutan cacat secara eksklusif dalam penangkapan pembagian dengan alpha-faktor, seperti sterilitas tidak ada yang ditekan oleh mutasi suhu-sensitif 28 CDC (yang terakhir memaksakan penangkapan divisi pada tahap siklus sel yang benar untuk kawin). Para mutan diperiksa untuk fitur yang diinduksi dalam sel MATA oleh faktor alfa (agglutinin sintesis serta penangkapan divisi) dan untuk karakteristik yang membedakan MATA konstitutif dari sel MAT alpha (faktor-produksi, alpha-faktor kehancuran). Mutan ste2 rusak khususnya di dua sifat diinduksi, sedangkan ste4, 5, 7, 8, 9, 11, dan 12 mutan rusak, untuk berbagai tingkat, di konstitutif serta aspek diinduksi. Mutasi di ste8 dan 9 mengasumsikan pola pemula seperti kutub baik MATA atau sel alfa MAT namun karakteristik Mata / alpha sel. Penelitian ini mendefinisikan tujuh gen yang berfungsi dalam dua jenis sel (Mata dan alpha) untuk mengontrol diferensiasi jenis sel dan satu gen, ste2, yang berfungsi secara eksklusif dalam sel MATA untuk menengahi respon terhadap hormon polipeptida.
Sitokinesis
Fitur kedua dari M fasa adalah waktu di mana komponen-komponen lain dari sel-membran, sitoskeleton, organel, dan protein-larut didistribusikan ke dua sel anak melalui proses yang disebut sitokinesis. Ini adalah tugas akhir yang sel harus menyelesaikan untuk menyelesaikan reproduksi 

Gambar 3. Sitokinesis
Sebuah kerutan batin dari membran sel adalah tanda pertama dari sitokinesis. Hal ini disebabkan oleh struktur cytoskeletal kedua disebut cincin kontraktil [2], yang mulai mengencangkan di wilayah sel. Kerut terjadi tegak lurus terhadap gelendong mitosis yang menarik kromosom ke sisi berlawanan dari sel dan dengan demikian memastikan divisi seluler akan menghasilkan satu inti di masing-masing sel anak.  Setelah berkumpul, cincin kontraktil akan memperketat lebih lanjut dan lebih lanjut sampai sel terjepit dalam dua. Gaya yang dibutuhkan untuk melakukan ini adalah disediakan oleh arsitektur molekul dari cincin kontraktil, yang terdiri dari dua jenis filamen (disebut aktin dan myosin filamen) yang meluncur di atas satu sama lain untuk menciptakan suatu kekuasaan pengetatan [2]. Bahkan, cincin kontraktil yang mampu mengerahkan kekuatan cukup kuat untuk membengkokkan jarum halus kaca dimasukkan ke dalam sel. Ini adalah struktur sementara yang secara bertahap menjadi lebih kecil sebagai hasil sitokinesis dan disassembles benar sekali sel dibelah dua.
Setelah sitokinesis selesai, sel telah berhasil melewati satu putaran siklus sel dan menghasilkan dua sel dari prekursor tunggal. Untuk bakteri atau ragi, yang organisme bersel tunggal, hal ini pembelahan sel akan menghasilkan organisme baru dan lengkap. Dalam organisme multiseluler (seperti manusia), sebuah telur dibuahi bersel tunggal memerlukan banyak pembelahan sel untuk membuat individu baru. Dalam kedua kasus itu adalah penyelesaian siklus sel yang menghasilkan organisme baru, sebuah proses yang bisa berlangsung sepanjang hidup. Dalam sebuah manusia dewasa, untuk saraf misalnya, dewasa dan sel-sel otot tidak membagi sama sekali. Sel-sel hati membagi setahun sekali. Lebih dari satu divisi setiap hari terjadi dalam prekursor sel darah di sumsum tulang dan sel-sel lapisan usus. Kelangsungan hidup kita memerlukan produksi jutaan sel detik. Fakta ini digambarkan oleh paparan organisme untuk dosis besar x-sinar yang menghentikan semua pembelahan sel dan menyebabkan seorang individu mati dalam beberapa hari. Pada akhirnya, itu adalah siklus sel yang menjamin hidup akan selalu mampu menghasilkan kehidupan yang lebih dalam cara yang terorganisir.



    





DAFTAR PUSTAKA

Sipahutar. H, Sianturi. P, Hasanah. U, Silitonga. M, Girsang. J,  2007, Biologi Sel, Medan, FPMIPA UNIMED.
Campbell.N. A, Reece. J.B, 2008,  BIOLOGI Eighth Edition Jilid I ,  Pearson Education Inc. Translation copyright by Penerbit Erlangga.
Subowo, DR, 1986, BIOLOGI SEL , Bandung,  Penerbit Elstar Offset .


MAKALAH BIOLOGI SEL KOMUNIKASI SEL



MAKALAH BIOLOGI SEL

KOMUNIKASI SEL


Dosen Pengampu:
Fithriyah, M.Si


Disusun Oleh:
Eka Susanti Jamilah                (13620032)
Fista Nisaul Hikmah               (13620043)
Anis Nur Laily                        (13620050)
Meike Tiya Kusuma                (13620062)
                       











JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Sel merupakan unit struktural dan fungsional terkecil dari organisme. Dikatakan demikian karena sel yang tersusun atas  banyak organel tersebut dapat melakukan aktivitas-aktivitas layaknya organisme. Misalnya fungsi respirasi pada mamalia yang dilakukan oleh paru-paru untuk menghasilkan energi dapat pula dilakukan oleh sel. Bagian sel yang berperan untuk menghasilkan energi adalah mitokondria.
Allah berfirman:


“Dia telah menciptakan manusia dari mani tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.” (QS. An-Nahl : 4)
            Berdasarkan ayat tersebut, air mani atau sperma dalam ilmu biologi merupakan sebuah sel. Sperma dapat berkoordinasi dengan sel telur (ovum) untuk membentuk embrio yang selanjutnya tumbuh menjadi manusia. Ayat tersebut telah mencontohkan atau memberi isyarat pada manusia untuk mempelajari betapa petingnya suatu komunikasi sel ataupun interaksi sel. Hal tersebut dikarenakan fungsi yang dilakukan sel sendiri tidak cukup untuk menunjang kehidupan sel tersebut.
Sel tidak akan mampu bekerja dan membentuk sebuah jaringan bila tidak ada koordinasi dengan sel yang lain. Miliaran sel penyusun setiap makhluk hidup harus berkomunikasi untuk mengkoordinasikan aktivitasnya sehingga memungkinkan organisme untuk tumbuh dan berkembang. Mulai dari sel yang berkomunikasi terbentuk jaringan kemudian organ dan sistem organ yang menjalankan organisme untuk hidup.Sel sebagai unit terkecil kehidupan, juga mengalami proses komunikasi antar sesama sel (komunikasi sel). Oleh karena itu penting untuk mempelajari komunikasi sel yang akan dibahas lebih mendetail dalam makalah ini.

1.2         Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan komunikasi sel?
2.      Apa saja jenis-jenis hubungan antar sel?
3.      Apa yang dimaksud dengan reseptor sinyal?
4.      Apa yang dimaksud dengan second messenger?

1.3         Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui dan memahami mengenai komunikasi sel.
5.      Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis hubungan antar sel.
2.      Untuk mengetahui dan memahami mengenai reseptor sinyal.
3.      Untuk mengetahui dan memahami mengenai second messenger.




















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komunikasi Sel  
Komunikasi sel adalah hubungan/interaksi antara satu sel dengan sel yang lain ataupun antara sel dengan lingkungannya. Komuniasi sel juga dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi sel dari sel pesinyal menuju ke sel target untuk mengatur pengembangan dan pengorganisasiannya menjadi jaringan, mengawasi pertumbuhan dan pembelahannya serta mengkoordinasikan aktivitasnya.
Peran komunikasi dalam kehidupan pada tingkat selular tak kalah pentingnya. Komunikasi dari satu sel ke sel yang lain mutlak bagi organisme multiseluler, misalnya manusia dan pohon. Triliunan sel dalam organisme multiseluler harus berkomunikasi satu sama lain untuk mengoordinasikan aktivitasnya dalam suatu cara yang memungkinkan organisme berkembang dari telur yang dibuahi, kemudian bias bertahan hidup dan bereproduksi sendiri. Komunikasi diantara sel-sel juga penting bagi banyak organisme uniseluler.
2.2 Hubungan Antarsel (Cell Junctions)
Tubuh manusia yang terdiri dari berbagai bentuk dan struktur sel yang beragam dengan kuantitas yang tinggi, memungkinkan adanya sebuah hubungan yang dilakukan oleh berbagai sel tersebut. Cell junctions merupakan situs hubungan yang menghubungkan banyak sel dalam jaringan dengan sel lainnya dan dengan matriks ekstraseluler. Cell junctions merupakan suatu struktur dalam jaringan organisme multiseluler. Cell junctions dapat diklasifikasikan ke dalam 3 grup fungsional yaitu occluding junctions (menempelkan sel bersama-sama dalam epitel dengan cara mencegah molekul-molekul kecil dari kebocoran satu sisi sel ke sel lainnya), anchoring junctions (melekatkan sel-sel (dan sitoskeleton) ke sel tetangga atau ke matriks ekstraseluler), dan communicating junctions (memerantarai jalan lintasan sinyal-sinyal kimiawi atau elektrik dari satu sel yang sedang berinteraksi ke sel lainnya).
Klasifikasi fungsional cell junctions:
A.      Occluding junctions
1.        Tight junctions (hanya vertebrata)
2.        Septate junctions (invertebrata)
B.     Anchoring junctions
       1.     Situs-situs pelekatan filamen aktin
Cell-cell junctions (adherens junctions)
Cell-matrix junctions (focal adhesions)
2.     Situs-situs pelekatan intermediate filament
Cell-cell junctions (desmosom)
Cell-matrix junctions (hemidesmosom)
C.     Communicating junctions
1.         Gap junctions
2.         Chemical synapses
3.         Plasmodesmata (hanya tumbuhan)

A.      Occluding junctions
Fungsi occluding junctions adalah menghubungkan sel epitel yang satu dengan sel epitel yang lain, membagi sel atas 2 domain yaitu domain apikal dan basolateral, mencegah protein membran di domain apikal bergerak ke domain basolateral, dan menyegel ruang antar 2 sel serta mencegah lalu lintas molekul di ruang antar sel.
1.      Tight junctions
Tight junctions merupakan occluding junctions yang penting dalam mempertahankan perbedaan konsentrasi molekul-molekul hidrofilik kecil diseberang lembaran-lembaran sel epitel. Protein transmembran utama pada tight junctions adalah claudin yang penting untuk pembentukan tight junctions dan fungsinya berbeda dalam tight junctions yang berbeda. Protein transmembran utama yang kedua pada tight junctions adalah occludin, fungsinya tidak jelas. Claudin dan occludin berikatan dengan protein membran periferal intraseluler yang disebut protein ZO. Claudin, occludin, dan protein ZO ditemukan dapat berikatan dengan tight junctions.
 









2.      Septate junctions
Septate junctions merupakan occluding junctions yang utama pada invertebrata. Morfologinya berbeda dengan tight junctions. Protein yang disebut Discs-large, yang dibutuhkan untuk pembentukan septate junctions pada Drosophila, secara struktur berhubungan dengan protein ZO yang ditemukan dalam tight junctions vertebrata.
 






B.     Anchoring junctions
Anchoring junctions menghubungkan sitoskeleton suatu sel ke sitoskeleton sel tetangganya atau ke matriks ekstraseluler. Anchoring junctions tersebar luas dalam jaringan-jaringan hewan dan paling melimpah dalam sel-sel jantung, otot, dan epidermis. Fungsi anchoring junctions adalah menghubungkan sel dengan sel, menghubungkan sitoskeleton 2 sel yang berdampingan, menyatukan sel dalam satu kesatuan kokoh, dan menghubungkan sel dengan matriks ekstraseluler.
Protein penyusun anchoring junctions adalah intracellular anchor proteins dan transmembrane adhesion proteins.
Anchoring junctions terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda secara fungsional yaitu adherens junctions dan desmosom (memegang sel bersama-sama dan dibentuk oleh transmembrane adhesion proteins yang termasuk dalam famili cadherin), focal adhesions dan hemidesmosom (mengikat sel-sel pada matriks ekstraseluler dan dibentuk oleh transmembrane adhesion proteins pada famili integrin).
C.   Communicating junctions
1.         Gap junctions
Gap junctions merupakan celah sempit di antara membran 2 sel atau dinding sel (sekitar 2-4 nm) yang dihubungkan oleh channel protein. Gap junction memungkinkan transfer sitoplasmik langsung dari sinyal listrik dan kimia antara sel-sel yang berdekatan. Bentuk sederhana dari sel untuk komunikasi sel adalah transfer langsung dari sinyal listrik dan kimia melalui gap junction, protein saluran yang menciptakan jembatan sitoplasma antara sel-sel yang berdekatan. persimpangan kesenjangan terbentuk dari serikat. Sebuah bentuk persimpangan kesenjangan dari penyatuan protein membran mencakup, disebut connexins, pada dua sel yang berdekatan. yang connexins bersatu membuat saluran protein (connexon) yang bisa membuka dan menutup. Ketika saluran terbuka, sel-sel yang terhubung berfungsi seperti sel tunggal dengan beberapa inti (syncytiuma).
Gap junctions disusun oleh connexon (12 satuan protein), connexon tersusun atas 6 sub unit connexin transmembran. Komunikasi gap junctions juga dapat diregulasi oleh sinyal-sinyal ekstraseluler. Ketika gap junction terbuka, ion dan molekul kecil seperti asam amino, ATP dan AMP berdifusi langsung dari sitoplasma dari satu sel ke sitoplasma berikutnya. Seperti saluran membran lainnya, molekul yang lebih besar dikecualikan. di samping itu, gap persimpangan adalah satu-satunya cara yang bisa lewat sinyal kimia langsung dari sel ke sel. pergerakan molekul melalui gap junction dapat dimodulasi atau dimatikan sepenuhnya.
Contohnya adalah neurotransmitter dopamine yang mengurangi komunikasi gap junctions diantara kelas neuron dalam retina sebagai jawaban atas peningkatan dalam intensitas cahaya. Fungsi gap junctions adalah membolehkan jalan lintasan ion-ion dan molekul-molekul kecil yang dapat larut dalam air.








 







2.         Desmosom
Desmosom menghubungkan intermediate filaments dari sel ke sel. Desmosom biasanya ada di epitel (misalnya kulit). Desmosom juga ditemukan dalam jaringan otot dimana mereka mengikat sel-sel otot ke sel yang lainnya. Protein pelekatan sel pada desmosom, desmoglein dan desmokolin, merupakan anggota famili cadherin pada molekul-molekul pelekatan sel yang merupakan protein transmembran yang menjembatani ruang antara sel-sel epitel yang berdekatan dengan cara pengikatan homofilik pada domain ekstraseluler ke cadherin desmosom lainnya pada sel yang berdekatan. Kedua protein tersebut memiliki 5 domain ekstraseluler dan memiliki domain pengikatan kalsium.
Penyakit-penyakit blistering (melepuh) seperti Pemphigus vulgaris dapat berkenaan dengan cacat genetik dalam protein desmosom atau berkenaan dengan respon autoimun.
 








3.         Plasmodesmata
Plasmodesmata merupakan hanya junction interseluler dalam tumbuhan. Suatu sel tumbuhan mungkin memiliki antara 103 dan 105 plasmodesmata yang menghubungkannya dengan sel-sel yang berdekatan. Di tumbuhan, plasmodesmata melakukan banyak fungsi yang sama seperti gap junctions. Plasmodesmata berfungsi menghubungkan sel yang satu dengan sel lainnya melalui retikulum endoplasma dengan celah yang disebut desmotubul; memberikan suatu rute yang mudah untuk pergerakan ion-ion, molekul-molekul kecil seperti gula dan asam amino, dan makromolekul seperti RNA antar sel.







2.3    Pensinyalan Sel
Pensinyalan sel merupakan bentuk interaksi antara sel dengan cara komunikasi langsung atau dengan mengirimkan sinyal kepada sel target. Interaksi dalam hal ini, sel pemberi sinyal menghasilkan tipe khusus dari molekul sinyal yang dapat dideteksi oleh sel target. Sel target memiliki protein reseptor yang mampu mengenali dan berespon secara spesifik terhadap molekul sinyal.
A.      Pensinyalan Lokal
Merupakan komunikasi sel melalui kontak langsung. Baik sel hewan maupun sel tumbuhan memiliki sambungan sel yang bila memang ada memberikan kontinuitas sitoplasmik diantara sel-sel yang berdekatan. Dalam hal ini, bahan pensinyalan yang larut dalam sitosol dapat dengan bebas melewati sel yang berdekatan. Disamping itu, sel hewan mungkin berkomunikasi melalui kontak langsung diantara molekul-molekul pada permukaannya.
Pensinyalan lokal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1)      Pensinyalan parakrin (Para = dekat)
Pada pensinyalan parakrin, sel pensekresi bertindak pada sel target didekatnya dengan melepas molekul pengatur local ke dalam fluida ekstraseluler.
Gambar 1.1 Pensinyalan parakrin oleh sel.
2)      Pensinyalan Sinaptik
Pensinyalan ini terjadi pada sitem saraf hewan. Sinyal listrik di sepanjang sel saraf memicu sekresi sinyal kimiawi yang dibawa oleh molekul neotransmiter. Molekul ini berdifusi melintasi sinapsis, ruang sempit antara sel saraf dengan sel targetnya (seringkali berupa sel saraf yang lain). Neotransmiter akan merangsang sel target.
Gambar 1.2 Pensinyalan sinaptik oleh sel saraf.
3)      Persinyalan autokrin   
Tipe ini dapat mengkoordinasi keputusan dengan grup-grup sel serupa. Pada autocrine signaling, sel mensekresikan molekul sinyal yang dapat berikatan kembali dengan reseptornya sendiri. Autocrine signaling merupakan tipe paling efektif ketika dilakukan secara serempak dengan sel-sel tetangga yang tipenya sama. Autocrine signaling dianggap menjadi suatu mekanisme yang mungkin mendasari "efek komunitas" yang diamati pada perkembangan awal, selama grup sel-sel serupa dapat menanggapi sinyal yang menginduksi diferensiasi tapi tidak dapat pada sel tunggal bertipe sama yang terisolir. Sel kanker seringkali menggunakan autocrine signaling untuk mengatasi kontrol normal pada perkembangbiakan dan kelangsungan hidup sel.

B.       Pensinyalan Jarak Jauh (endokrin)
Hewan dan tumbuhan menggunakan zat kimia yang disebut hormon (hormone) untuk melakukan pensinyalan jarak jauh. Dalam pensinyalan hormon pada hewan, yang disebut juga pensinyalan endokrin., sel-sel yang terspesialisasi melepaskan molekul hormon yang berjalan melalui sistem sirkulasi (sistem peredaran darah) menuju sel target di bagian tubuh yang lain.
Hormon tumbuhan (seringkali dsebut regulator pertumbuhan tumbuhan) terkadang mengalir alam pembuluh, namun lebih sering mencapai targetnya dengan cara bergerak dari sel ke sel atau berdifusi melalui udara sebagai gas.
Gambar 1.3 Pensinyalan jarak jauh (pensinyalan hormonal).
C.    Tahapan Pensinyalan Sel
       Penelitian awal Sutherland menyiratkan bahwa respon yang berlangsung di ujung penerimapada percakapan seluler dapat dibagi menjadi tiga tahapan, antara lain :
a.         Penerimaan (reception).
     Penerimaan adalah ketika sel target mendeteksi molekul sinyal yang berasal dari luar sel. Sinyal kimiawi ‘terdeteksi’ ketika molekul sinyal berikatan dengan protein reseptor yang terletak di permukaan sel atau di dalam sel.
b.        Transduksi (transduction).
Pengikatan molekul sinyal dengan cara mengubah protein reseptor sehingga menginisiasi proses induksi. Tahap transduksi mengubah sinyal menjadi bentuk yang dapat menyebabkan respon seluler spesifik. Pada sistem Sutherland, pengikatan epinefrin ke bagian luar protein reseptor dalam membran plasma sel hati berlangsung melalui serangkaian langka untuk mengaktifkan glikogen fosforilase. Transduksi ini kadang-kadang terjadi dalam satu langkah, tetapi lebih sering membutuhkan suatu urutan perubahan dalam sederetan molekul yang berbeda (jalur transduksi) sinyal. Molekul di sepanjang jalur itu sering disebut molekul relay.
c.         Respons (response).
Pada tahap ketiga dari pensinyalan sel, sinyal yang ditransduksi akhirnya memicu respons seluler spesifik. Respon ini mungkin merupakan aktivitas seluler apapun yang bisa dibayangkan­­­, misalnya katalis oleh suatu enzim (misalnya, glikogen fosforilase), penyusunan ulang sitoskeleton, atau aktivitas gen-gen spesifik dalam nucleus. Proses pensinyalan sel membantu memastikan bahwa aktivitas-aktivitas krusial seperti ini berlangsung dalam sel yang benar, pada waktu yang tepat, dan dalam koordinasi yang sesuai dengan sel-sel lain pada organisme tersebut.
Gambar 1.4 Skema tahapan pensinyalan sel.
2.4 Reseptor Sinyal
Sebagian besar reseptor sinyal merupakan protein membran plasma. Ligan-ligan milik reseptor semacam ini larut dalam air dan umumnya terlalu besar untuk bisa secara bebas menembus membran plasma. Akan tetapi, beberapa reseptor sinyal terletak di dalam sel seperti reseptor dalam membran sel dan reseptor intraselular.
Reseptor dalam intraseluler
Reseptor ini terletak pada sitoplasma atau pada nukleus target. Untuk mencapai reseptor ini pembawa pesan kimiawi menembus membran plasma sel target. Molekul sinyal yang  dapat melakukan hal ini adalah hormon steroid dan tiroid karena termasuk pembawa pesan yang sifatnya hidrofobik.
Reseptor intraseluler adalah reseptor protein yang tidak berada pada membran sel melainkan pada sitoplasma atau nukleus. Sinyal harus melewati membran plasma terlebih dahulu sebelum bertemu dengan reseptor jenis ini (karena ukuran molekul kecil dapat melewati membran atau merupakan lipid sehingga terlarut dalam membran). Sinyal kimiawi dengan reseptor intraseluler misalnya hormon steroid (testosteron) dan tiroid hewan yang berupa lipid serta molekul gas kecil oksida nitrat.
Mekanisme jalur transduksi sinyal (jalur-jalur merelai sinyal dari reseptor ke respon seluler) seperti berikut:
·         Molekul yang merelay sinyal dari reseptor ke respon disebut molekul relay (sebagian besar merupakan protein).
·         Molekul sinyal awal secara fisik tidak dilewatkan jalur pensinyalan (molekul sinyal bahkan tidak pernah masuk sel).Sinyal direlay sepanjang suatu jalur, artinya informasi tertentu dilewatkan. Pada tiap tahap sinyal ditransduksi menjadi bentuk berbeda yaitu berupa perubahan konformasi suatu protein yang disebabkan oleh fosforilasi.
Fosforilasi protein merupakan suatu cara pengaturan yang umum dalam sel dan merupakan mekanisme utama transduksi sinyal. Jalur pensinyalan bermula ketika molekul sinyal terikat pada reseptor eseptor ini kemudian mengaktifkan satu molekul relai, yang mengaktifkan protein kinase 1. Protein kinase 1 aktif ini mentransfer satu fosfat dari ATP ke molekul protein kinase 2 yang inaktif, sehingga akan mengaktifkan kinase kedua ini. Akibatnya, protein kinase 2 yang aktif ini mengkatalisis fosforilasi (dan aktivasi) protein kinase 3. Akhirnya protein kinase 3 aktif ini memfosforilasi protein yang menghasilkan respons akhir sel atas sinyal tadi. Enzim fosfatase mengkatalisis pengeluaran gugus fosfat.
2.5  Second Messenger
Second messenger merupakan jalur pensinyalan yang melibatkan molekul atau ion kecil nonprotein yang terlarut dalam air, sedangkan molekul sinyal ekstraseluler yang mengikat reseptor membran merupakan  jalur first messenger.  Second messenger  lebih kecil dan terlarut dalam air, sehingga dapat  segera menyebar keseluruh sel dengan berdifusi . Second messenger  berperan serta dalam jalur yang diinisiasi reseptor terkait protein-G maupun reseptor tirosin-kinase. Contoh second messenger  yang paling banyak digunakan ialah:
Ion kalsium
Banyak molekul sinyal pada hewan, termasuk neurotransmitter, faktor pertumbuhan dan sejumlah hormon menginduksi respon pada sel targetnya melalui jalur transduksi sinyal yang meningkatkan konsentrasi ion kalsium sitosolik. Peningkatan konsentrasi ion kalsium sitosolik menyebabkan banyak respon pada sel hewan. Sel menggunakan ion kalsium sebagai second messenger dalam jalur protein-G dan jalur reseptor tirosin kinase. Dalam merespon sinyal yang direlai oleh jalur transduksi sinyal, kadar kalsium sitosolik mungkin meningkat, biasanya oleh suatu mekanisme yang melepas ion kalsium dari RE biasanya jauh lebih tinggi daripada konsentrasi dalam sitisol. Karena kadar kalsium sitosol terendah, perubahan kecil pada jumlah absolute ion akan menggambarkan persentase perubahan yang relative tinggi pada konsentrasi kalsium.












BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Komunikasi sel adalah hubungan/interaksi antara satu sel dengan sel yang lain ataupun antara sel dengan lingkungannya
2.      Hubungan antar sel ada 3 yaitu gap junction, contact dependent signal, dan persinyalan sel (persinyalan lokal dan persinyalan jarak jauh).
3.      Reseptor sinyal merupakan molekul khusus pada permukaan sel target yang merespon sinyal dari luar sel.
4.      Second messenger merupakan jalur pensinyalan yang melibatkan molekul atau ion kecil nonprotein yang terlarut dalam air, sedangkan molekul sinyal ekstraseluler yang mengikat reseptor membran merupakan  jalur first messenger.  



DAFTAR PUSTAKA
Azhar, Tauhid Nur. 2008. Dasar-dasar Biologi Molekular. Bandung: Widya Padjadjaran
Campbell, dkk. 2002. Biologi Jilid I Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
DeGroot, Jack. 1997. Neuroanatomi Korelatif. Jakarta: EGC
Ganong, WF. 1983. Fisiologi Kedokteran edisi 10. Jakarta : EGC
Raven, dkk. 2004.  BIOLOGY Seventh Edition. Boston: Mc Graw Hill
Sloanne, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.  Jakarta: EGC
 Subowo. 2012. BiologiSel. Bandung:CVAngkasa
Yatim, Wildan. 1996. Biologi Sel Lanjut. Bandung: Tarsito